Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Lakukan Monitoring dan Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Indramayu

DINKES INDRAMAYU — Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu menerima kegiatan monitoring dan evaluasi terpadu percepatan penurunan stunting di Kabupaten Indramayu yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10-11 Oktober 2023.

Bonus demografi yang akan didapatkan negara Indonesia tentu bukan hanya sekedar perhitungan nominal jumlah saja tapi perlu dikelola dengan baik agar bonus demografi akan menjadi peluang yang positif dengan tetap memiliki kesehatan yang prima sampai memasuki usia produktif dan lansia. Salah satu kebijakan Pembangunan Kesehatan adalah Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary Health Care) dengan mendorong upaya promotif dan preventif melalui peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, KB serta usia produktif, percepatan perbaikan gizi masyarakat, peningkatan pengendalian penyakit, pembudayaan Gerakan Masyarakat  Hidup Sehat (Germas) dan penguatan sistem Kesehatan dan pengawasan obat dan makanan.

Stunting adalah Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan.

Status gizi seseorang dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan serta kondisi penyakit infeksi yang diderita. Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan pola konsumsi, pola asuh, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, dan masalah tersebut akar masalahnya adalah ketersediaan pangan, pendidikan dan kemiskinan, pembangunan ekonomi, politik dan sosial budaya. Tujuan monitoring terpadu ini diharapkan untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor determinan yang mempengaruhi kasus stunting di Kabupaten Indramayu.

Hasil atau kesimpulan dari Monitoring terpadu ini yaitu dari 13 Balita Stunting yang dimonitoring dan evaluasi (Monev) oleh tim monev stunting terintegrasi terdapat 6 Balita (46%) yang statusnya sudah normal atau tidak stunting lagi. Determinan yang banyak muncul dari hasil monev ini adalah hampir semua balita belum mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap, tidak diberikan ASI Eksklusif, semua keluarga ada yang merokok, asupan protein yang kurang mencukupi dan kepemilikan JKN. Selain itu, dari hasil monev dapat digambarkan penyebab langsung terjadinya kasus stunting di 3 desa tersebut adalah asupan protein yang kurang memadai, sehingga sangat tepat jika intervensi yang diberikan adalah pemberian PMT Pemulihan melalui Program Orang Tua Asuh Anak Stunting (OTAAS).

Adapun rekomendasi yang diberikan yaitu :

  1. Peningkatan cakupan Imunisasi Dasar Lengkap dan ASI Eksklusif.
  2. Penguatan Kembali Tatalaksana Gizi Buruk, kampanye cegah stunting spesifik dan sensitif, kesepahaman termasuk penyediaan PMT, khususnya PMT pemulihan dari berbagai sumber anggaran dan OPD terkait.
  3. Kepesertaan JKN dipastikan dimiliki oleh keluarga yang memiliki balita stunting.
Scroll to Top